Selasa, 18 Juni 2013

Enumerasi Mikrobia Pada Makanan (APC, Uji Coliform, dan Uji Salmonella)


PENDAHULUAN


A.  Judul Praktikum       :
Enumerasi Mikrobia Pada Makanan (APC, Uji Coliform, dan Uji Salmonella)

B. Tujuan Praktikum    :
a.       Melakukan enumerasi mikrobia pada bahan makanan dengan menggunakan metode dilution dan plating (Aerobic Plate Count)
b.      Melakukan deteksi dan enumerasi Coliform pada makanan dengan metode media cair
c.       Melakukan deteksi dan enumerasi Salmonella pada bahan makanan dengan metode streak plate
d.      Melakukan analisa kualitas mikrobiologi pada bahan pangan










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Buckle dkk. (2010), mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat pada bahan pangan. Mutu mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari produksi tersebut ditinjau dari kerusakan oleh mikroorganisme, dan keamanan produk dari mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat. Jadi, kemampuan untuk mengukur secara tepat jumlah mikroorganisme yang umum terdapat dalam bahan pangan dan jumlah organisme spesifik yang berada dalam produk pangan merupakan dasar yang penting bagi mikrobiologi pangan. Hal tersebut meliputi dua pertimbangan utama, yaitu:
a.       Pengambilan contoh yang tepat dari produk yang akan diuji
b.      Enumerasi atau perhitungan mikroorganisme yang terdapat dalam contoh
Jenis populasi mikrobia dalam tanah, air, bahan makanan, susu dan lain-lainnya berbeda-beda. Hal ini tergantung pada susunan bahan tersebut. Untuk menentukan atau perhitungan jumlah mikrobia dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu langsung dan tidak langsung (Jutono, dkk., 1980).
Perhitungan mikrobia dengan cara langsung dilakukan untuk menghitung jumlah sel yang hidup dan yang mati. Sedangkan perhitungan dengan cara tidak langsung dilakukan untuk menentukan jumlah mikrobia secara keseluruhan baik yang hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja (Jutono, dkk., 1980). Untuk mikrobia yang hidup dapat dilakukan setelah suspensi bahan atau biakan mikrobia diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara tertentu, tergantung macamnya bahan dan sifat mikrobianya (Sutedjo dkk, 1991).
1.      Perhitungan jumlah mikrobia secara langsung
            Untuk menentukan jumlah mikrobia secara keseluruhan, baik yang mati maupun yang hidup. Ada beberapa cara perhitungan, yaitu:
a.       Menggunakan Counting Chamber
            Perhitungan ini dapat menggunakan haemacytometer. Dasar perhitungan adalah dengan menempatkan 1 tetes suspensi bahan atau biakaan mikrobia pada alat tersebut, ditutupi dengan gelas penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop. Dengan menentukan jumlah sel rata-rata tiap petak yang telah diketahui volumenya dapat pula ditentukan jumlah sel mikrobia tiap cc (Jutono, dkk., 1980).
b.      Menggunakan cara pengecatan dan pengamatan mikroskopik
                  Preparat mikroskopik dibuat pada gelas benda. Suspensi bahan atau biakan mikrobia yang telah diketahui volumenya diratakan diatas gelas benda pada suatu luas tertentu, setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata sel tiap petak pada pemandangan mikroskop. Luas bidang pemandangan mikroskop dihitung dengan mengukur garis tengahnya. Jadi jumlah mikrobia yang terdapat pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung (Jutono, dkk., 1980).
c.       Menggunakan filter membran (miliphore filter)
                  Suspensi bahan atau biakan mikrobia disaring, kemudian disaring lagi dengan filter membran yang telah disterilkan terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah sel rata-rata tiap kesatuan luas pada filter membran dapat dihitung jumlah sel dari volume yang disaring (Jutono, dkk., 1980).
2.      Perhitungan jumlah mikrobia secara tidak langsung
            Untuk menentukan jumlah mikrobia secara keseluruhan baik yang hidup maupun yang mati atau hanya untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja. Untuk mikrobia yang hidup dapat dilakukan setelah suspensi bahan atau biakan mikrobia diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara tertentu, tergantung macamnya bahan dan sifat mikrobianya (Sutedjo, dkk., 1991).
a.       Menggunakan sentrifuge
                  Biakan cair mikrobia di sentrifuge dengan sentriguge yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah butir-butir darah. Kecepatan dan waktu sentrifugasi harus diperhatikan. Setelah diketahui volume mikrobia keseluruhan, maka dapat dipakai untuk menentukan jumlah bakteri tiap cc, yaitu dengan membagi volume mikrobia keseluruhan dengan volume rata-rata tiap sel mikrobia (Suriawiria, 1985).
b.      Berdasarkan kekeruhan
                  Dasar yang digunakan adalah bila sinar dilalukan pada suatu suspensi mikrobia maka makin pekat suspensi tersebut, hingga makin besar intensitas sinar yang diabsorbsi sehingga intensitas sinar yang diteruskan semakin kecil (Jutono, dkk., 1980).
                  Alat yang biasa digunakan pada perhitungan ini misalnya photoelectric, turbidimeter, electrophotometer, spectrophotometer, nephelometer. Alat ini menggunakan sinar monokromatik dengan panjang gelombang tertentu (Dwijoseputro, 1998).
c.       Menggunakan perhitungan elektronik           
                  Dapat menentukan beribu-ribu sel tiap detik secara cepat dan tepat. Prinsip kerjanya adalah dengan adanya gangguan-gangguan pada aliran ion yang bergerak diantara dua elektroda. Penyumbatan semetara oleh sel mikrobia pada pori dekat yang terdapat diantara kedua elektroda sehingga terputusnya aliran listrik. Jumlah pemutusan tiap satuan waktu dihubungkan dengan kecepatan aliran cairan yang mengandung mikrobia adalah ukuran jumlah mikrobia dalam cairan tersebut (Jutono, dkk., 1980).
d.      Berdasarkan analisis kimia
                  Dasarnya adalah hasil analisa kimia sel-sel mikrobia. Makin banyak sel-sel mikrobia, makin besar hasil analisis kimianya secara kuantitatif  (Jutono, dkk., 1980).
e.       Menggunakan cara pengenceran
      Untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup (Jutono, dkk., 1980).
f.       Menggunakan cara Most Probable Number (MPN) (Jutono, dkk., 1980).
g.      Berdasarkan berat kering (Jutono, dkk., 1980).
h.      Berdasarkan jumlah koloni (plate count). Syarat yang harus dipenuhi:
1)      jumlah koloni pada petridish antara 30-300 koloni. Jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang mendekati 300
2)      tidak ada koloni yang menutup lebih dari ½ luas petridish
3)      perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya. Jika sama atau lebih dari 2 yang dipakai pengenceran sebelumnya
4)      jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata (Jutono, dkk., 1980)
Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah, menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba, dimana dalam proses pembuatannya harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada media (Uruwashii, 2008).
Bakteri coliform digunakan sebagai indikator sanitasi karena bakteri ini merupakan penghuni normal saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas, berkemampuan untuk bertahan hidup yang lebih besar dari patogen lain serta mudah diamati dan dideteksi. Coliform termasuk bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, aerob, dan anaerob fakultatif serta dapat memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas.
(Pelczar dan Chan, 1988)
Bakteri koliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu : (1) koliform fekal misalnya Escherichia coli dan (2) koliform nonfekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati (Fardiaz, 1993 ).
           Menurut Stainer (1967), ada beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri coliform yang dipindahkan kebanyakan semata-mata oleh kontaminasi feses di air dan bahan-bahan makanan. Perpindahan melalui air yang terkontaminasi sejauh ini merupakan kebanyakan sumber penyakit atau infeksi. Jarang kemungkinannya untuk mengisolasi pathogen enteric secara langsung dari air yang terkontaminasi karena pathogen enteric biasanya berada dalam jumlah kecil. Jika tidak kontaminasi dari individu yang terinfeksi yang recent dan massive. Bakteri yang secara prinsipal disediakan untuk indikasi seperti kontaminasi dan fecal streptocooci dan Escherichia coli.
           Sifat-sifat bakteri Coliform yang penting diketahui adalah sebagai berikut:
1.   Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat
2.   Memiliki sifat dapat mensintesis vitamin
3.   Interval suhu pertumbuhan antara 100ºC – 460 ºC
4.   Mampu menghasilkan asam dan gas
(Fardiaz, 1989)
Menurut Dwijoseputro (1998) Pengujian tercemarnya makanan karena Coliform atau bakteri patogen lainnya dilakukan dengan cara bertahap yaitu:
a.       Uji pendugaan (presumptive)
Jika dalam waktu 48 jam tabung-tabung durham mengandung gas, tes dinyatakan positif. Jika sebaliknya berarti hasil tes adalah negatif dan air aman untuk diminum. Gas yang ada dimungkinkan ada berasal dari sel-sel ragi/mikroorganisme lain (gram+). Untuk memastikan dilakukan uji kepastian.
b.      Uji kepastian (confirmed)
Cara melakukan seperti uji pendugaan hanya saja ditambahkan hijau berlian untuk menghambat pertumbuhan gram positif dan menggiatan bakteri golongan koloni.
c.       Uji kesempurnaan (completed)
Menggunakan laktosa cair dan agar miring. Jika dalam cairan laktosa muncul gas dan pada agar miring ditemukan hasil gram negatif berspora maka dipastikan adanya golongan bakteri kolon dalam sampel semula.
Menurut Uruwashii (2008), media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti Coliform, S. aureus, dan P. aerugenosa. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan tersebut.
Media Eosin Methylene Blue ini sangat baik untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Agar EMB (levine) merupakan media padat yang dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung. EMB yang menggunakan eosin dan metilin blue sebagai indikator memberikan perbedaan yang nyata antara koloni yang meragikan laktosa dan yang tidak. Medium tersebut mengandung sukrosa karena kemampuan bakteri coli yang lebih cepat meragikan sukrosa daripada laktosa. Untuk mengetahui jumlah bakteri coli umumnya digunakan tabel Hopkins yang lebih dikenal dengan nama MPN (Most Probable Number) atau tabel JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat), tabel tersebut dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah bakteri coli dalam 100 ml dan 0,1 ml sampel (Uruwashii, 2008).                                                                                                                   Salmonella adalah bakteri Gram negatif berbentuk batang bukan pembentuk spora yang terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat patogen baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi , melainkan bakteri indikator keamanan pangan . Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan (Dewanti, 2000).                                                                                      Pengujian Salmonella juga memerlukan tahapan yang cukup panjang dan hanya dengan pengujian lengkap maka seseorang bisa menyimpulkan keberadaan Salmonella . Uji Salmonella umumnya didahului dengan tahap pre-enrichment pada medium kaya untuk meyembuhkan sel Salmonella yang luka ( injured ) , selective-enrichment (pengkayaan selektif) pada media selektif untuk menghalau bakteri-bakteri non Salmonella , tahap isolasi pada beberapa media selektif dan tahap identifikasi berdasarkan reaksi-reaksi biokimia pada media identifikasi dan konfirmasi serologi atau biokimiawi yang menetapkan apakah bakteri tersebut benar-benar Salmonella atau bukan (Dewanti, 2000).


Media yang spesifik untuk Salmonella mengandung komponen-komponen seperti pepton atau protein hidrosilat, ekstrak daging sapi atau ekstrak khamir, dan garam yang ditambahkan dengan tujuan untuk mempertahankan daya isotoniknya maupun sebagai buffer. Salmonella biasanya terdapat dalam jumlah kecil di dalam makanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tahap preenrichment, dan enrichmet menggunakan Lactose Broth, Selenite Cystine Broth atau Tetrathionate Broth. Media enrichment juga dapat digunakan untuk menghitung MPN Salmonella. Akan tetapi, karena pertumbuhannya di dalam media cair tidak dapat dibedakan dari bakteri-bakteri lainnya, perlu untuk menggoreskan setiap tabung MPN yang positif pada media selektif, yaitu Brilliant Green (BG) agar, Bismuth Sulfit (BS) agar, atau Salmonella shigella (SS) agar. Pada agar SS koloni Salmonella mungkin tidak berwarna atau berwarna coklat muda, merah muda, atau kekuningan dan transparan, mungkin tengahnya berwarna hitam (Supardi dan Sukamto, 1999).
Lactose broth digunakan sebagai media untuk mendeteksi kehadiran coliform dalam air, makanan, dan produk susu, atau sebagai kaldu pemerkaya (pre-enrichment broth) untuk Salmonella dan dalam mempelajari fermentasi laktosa oleh bakteri pada umumnya. Pepton dan ekstrak beef menyediakan nutrien esensial untuk memetabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber karbohidrat yang dapat difermentasi untuk organisme coliform. Pertumbuhan dengan pembentukan gas adalah presumptive test untuk coliform. Lactose broth dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak beef; 0,5% pepton; dan 0,5% laktosa (Uruwashii, 2008).
Di dalam Standar Nasional Indonesia (SNI ) Susu Segar nomor 01-3141 1998 dijelaskan bahwa Susu Segar adalah susu murni yang tidak mendapatkan perlakuan apa pun kecuali proses pendinginan dan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Agar aman dikonsumsi dan digunakan untuk proses pengolahan selanjutnya maka susu segar harus memenuhi syarat-syarat tertentu (BSN, 1998).
Alasan susu disukai mikroba antara lain :
1.      pH susu mendekati normal sekitar 6, 6-6, 8.
2.      Susu mengandung gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan makhuk hidup termasuk mikroba.
3.      Kadar air yang tinggi sekitar 85%.
Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari hewannya sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar tubuhnya (faktor ekstrinsik) (Grahatika, 2009).
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), susu dapat terkontaminasi oleh
bakteri-bakteri patogen melalui beberapa cara sebagai berikut:
1.      Susu yang berasal dari sapi perah yang menderita infeksi. Misalnya infeksi oleh bakteri Brucella, Mycobacterium, dan Coxiella burnetii.
2.      Sapi perah terkontaminasi secara langsung dari manusia, yang sebenarnya berasal dari orang yang terkena infeksi. Kebanyakkan infeksi berasal dari pekerja-pekerja susu yang sakit. Misalnya kontaminasi oleh Streptococcus, Staphylococcus, Pseudomonas, dan Corynebacterium.
3.      Susu terkontaminasi oleh bakteri patogen yang tidak berasal dari sapinya, yaitu setelah proses pemerahan. Misalnya Salmonella typhi, Corynebacter diptheriae dan Streptococcus pyogenes. Staphylococcus aureus juga dapat memasuki susu dari sapi yang menderita mastitis yang merupakan infeksi pada ambing dan dapat menyebabkan kerusakan makanan melalui susu yang terkontaminasi.









Alpukat memilki kadar lemak tinggi diantara semua jenis buah-buahan. Namun, total kalorinya tidaklah tinggi karena kandungan karbohidratnya terbatas. Lemak alpukat termasuk lemak tak jenuh tunggal, sehingga tidak akan menyebabkan naiknya berat badan. Alpukat juga mengandung betakaroten, klorofil, vitamin E, dan vitamin B-kompleks yang berlimpah dalam alpukat. Buah alpukat mengandung vitamin E sebesar 3,4 mg/100 gr. Lemak jenuh buah alpukat tergolong rendah dibandingkan dengan lemak tidak jenuh yang terkandung didalamnya, karena mempunyai perbandingan 22% dan 78%. Karena kaya akan gizi maka buah alpukat menjadi salah satu buah yang sering dibuat menjadi jus buah (Desrosier, 2008). Syarat mutu sari buah tercantum pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia (Nomor Hk.00.06.1.52.4011) (BPOM, 2009).
Tabel 2. Syarat Mutu Mikrobiologi Minuman Sari Buah















BAB III
METODE

A.  ALAT:


1.   Petridish
2.   Gelas beker
3.   Pipet ukur
4.   Mikropipet
5.   Rak tip
6.   Trigalski
7.   Tip
8.   Pro pipet
9.   Laminair flow
10.  Kertas payung
11.  Karet gelang
12.  Tabung reaksi
13.  Rak tabung reaksi
14.  Gelas ukur
15.  Erlenmeyer
16.  Tabung durham
17.  Vortex
18.  Tisu
19.  Inkubator
20.  Korek api
21.  Kertas label
22.  Bunsen Ose
23.  Kapas


B.  BAHAN:


1.      Susu kedelai
2.      Jus Alvokad
3.      Alkohol
4.      Aquades steril
5.      Medium PCA (Plate Count Agar)
6.      Medium BGLB (Brilliant Green Lactose Bile)
7.      Medium EMBA (Eosin Methylen Blue Agar)
8.      Medium LB (Lactose Broth)
9.      Medium SCB (Selenite Cystine Broth)
10.  Medium SSA (Salmonella Shigella Agar)
C.  CARA KERJA:
1.      Pengenceran sampel
Sampel berupa susu kedelai dan jus alpukat diencerkan menjadi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5. Sampel susu kedelai dan sampel jus alpukat divortex agar homogen, kemudian masing-masing sampel diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam aquadest steril sebanyak 90 ml (pengenceran 10-1). Sampel susu kedelai dan jus alpukat yang telah diencerkan dihomogenkan (divortex) kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam aquadest steril sebanyak 9 ml (pengenceran 10-2).             Sampel susu kedelai dan jus alpukat hasil pengenceran 10-2 dihomogenkan kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam aquadest steril sebanyak 9 ml (pengenceran 10-3). Sampel susu kedelai dan jus alpukat yang telah diencerkan 10-3 divortex kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam aquadest steril sebanyak 9 ml (pengenceran 10-4). Sampel susu kedelai dan jus alpukat yang telah diencerkan 10-4 dihomogenkan kemudian diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam aquadest steril sebanyak 9 ml (pengenceran 10-5).
2.      Uji APC (Aerobic Plate Count)
Sampel berupa susu kedelai dan jus alpukat yang telah diencerkan menjadi 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5 kemudian dihomogenkan. Setiap hasil pengenceran diambil 0,1 ml dan di-plating ke medium PCA (Plate Count Agar) didalam petridish dengan metode spread plate (dengan trigalski kemudian diratakan membentuk angka delapan). Kemudian, sampel diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C. Lalu jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan rumus:
                        Keterangan :
N         = jumlah koloni setiap ml atau setiap gram contoh
∑C       = total koloni dari seluruh cawan yang dihitung
n1         = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2         = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d          = pengenceran pertama yang dihitung
3.      Uji Coliform
Sampel yang digunakan dalam uji coliform adalah susu kedelai dan jus alpukat yang telah diencerkan menjadi 100,10-1, dan 10-2. Setiap sampel diambil sebanyak 1 ml dan diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium BGLB (Brilliant Green Lactose Bile). Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah 24 jam Koloni yang tumbuh diamati. Hasil positif ditunjukkan apabila warna medium menjadi keruh dan terdapat gelembung gas pada tabung durham, kemudian untuk menentukan banyaknya Coliform pada sampel dilakukan dengan melihat tabel MPN (Most Probable Number).                                                     Langkah selanjutnya sampel susu kedelai dan jus alpukat pada medium BGLB yang positif diambil sebanyak 1 ose dan diinokulasi ke medium EMBA (Eosin Methylen Blue Agar) dengan metode streak plate. Inokulan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh diamati dan hasil positifnya terbentuk koloni berwarna hijau metalik. Lalu hasil koloni positif yang memungkinkan di uji imvic.                                                                                                  Uji imvic dilakukan dengan inokulasi koloni hijau metalik kedalam medium cair berupa tryptophan, medium cair metil red, medium cair voges proskear dan medium agar sitrat (metode streak plate). Kemudian diikubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi pada medium tryptophan ditetesi reagen ehrlich sebanyak 3 tetes jika positif akan terbentuk cincin indol warna merah muda. Selanjutnya pada medium metil red ditetesi larutan metil red sebanyak 3 tetes, hasil positif terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kemudian pada medium voges proskear (vp) ditetesi dengan alfanaptol dan KOH, hasil positif berwarna merah. Pada medium agar citrat hasil positif jika medium yang semula hijau berubah menjadi biru. Kemudian dilakukan identifikasi bakteri.
4.      Uji Salmonella
Sampel berupa susu kedelai dan jus alpukat diambil masing-masing sebanyak 1 ml dan dimasukkan pada medium Lactose Broth sebanyak 10 ml. Sampel tersebut dihomogenisasi dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Kemudian setelah inkubasi inokulan diambil sebanyak 1 ml dan diinokulasikan ke medium SCB (Selenite Cystine Broth) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 12-16 jam. Setelah itu inokulan pada medium SCB diambil sebanyak 1 ose dan diplating pada medium SSA (Salmonella Shigella Agar) dengan metode streak plate kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Koloni yang terbentuk diamati dengan hasil positif adalah terdapat koloni transparan dengan bintik hitam dibagian tengah.


BAB IV
HASIL dan PEMBAHASAN

A.    HASIL
Tabel Hasil 1. Hasil Uji APC
Sampel
Jumlah Mikrobia (CFU)
N (CFU/ml)
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
Susu kedelai
Spreader
Spreader
Spreader
31
Spreader
31x10-4
Jus Alpukat
Spreader
Spreader
Spreader
18
Spreader
258x10-4

Tabel Hasil 2. Hasil Uji Pendugaan Coliform
Sampel
Pengenceran
MPN
100
10-1
10-2
Nilai konfigurasi
Susu kedelai
3
3
2
11,00
110
Jus Alpukat
3
3
2
11,00
110

Tabel Hasil 3. Hasil Uji Penetapan Coliform
Sampel
Pengenceran
MPN
100
10-1
10-2
Nilai konfigurasi
Susu kedelai
0
0
0
0
0
Jus Alpukat
1
0
2
0,11
1,1

Tabel Hasil 4. Hasil Uji IMVIC
Sampel
IMVIC
Identifikasi bakteri
Indol
MR
VP
Sitrat
Susu kedelai
-
-
-
-
Coliform
Jus Alpukat
-
(kuning)
+
(merah)
-
(orange)
-
(hijau)
E. coli


B.     PEMBAHASAN

Susu segar dan jus buah merupakan salah satu minuman yang mudah ditemukan saat ini. Banyak pedagang susu segar dan jus buah menjual minuman ini di pinggir – pinggir jalan raya. Selain mudah dijumpai harganya pun terjangkau. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya penjual jus buah dan susu segar. Akan tetapi perlu diperhatikan kondisi lingkungan tempat penjualan yaitu dipinggir jalan jelas mempengaruhi kualitas susu segar maupun jus buah yang dijajakan. Kontaminasi akibat polusi kendaraan, penggunaan alat yang tidak dicuci dengan bersih, penyimpanan buah yang tidak sesuai, sangat berpengaruh pada kualitas mikrobiologisnya. Sehingga tentunya kita perlu memperhatikan hal – hal tersebut.
Pada praktikum enumerasi mikrobia pada makanan ini digunakan sampel berupa susu (susu kedelai) dan jus buah (jus alpukat). Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar kapan dan dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti Wit sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan dan udara (Rombaut, 2005).
1.    Uji APC
Pada praktikum ini sampel bahan pangan yang digunakan adalah susu segar dan jus alpukat. Enumerasi mikrobia pada bahan pangan tersebut dilakukan dengan uji APC (Aerobic Plate Count), Coliform, dan Salmonella pada setiap sampel. Pengujian dimulai dengan pengenceran terlebih dahulu yaitu dengan penambahan aquades hingga didapat faktor pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, dan 10-5.
Pengenceran terhadap suspensi bakteri dilakukan karena jumlah bakteri yang tumbuh di dalam medium tergantung dengan pengenceran yang dilakukan. Apabila pengenceran yang dilakukan kecil mengakibatkan pertumbuhan bakteri tidak teratur karena kepadatan biomassa bakteri yang tidak seimbang dengan nutrisi dalam medium. Keadaan demikian menyebabkan kesulitan dalam mengamati pertumbuhan jumlah mikrobia (Suriawiria, 1985). Sehingga dari pengenceran tersebut akan diperoleh koloni yang terpisah dan mudah untuk diamati.
Bila pengenceran yang dilakukan dalam tahap sedang maka bakteri akan tumbuh secara teratur karena jumlah bakteri dan medium seimbang dan tidak padat. Jika pengenceran tinggi maka bakteri tidak tumbuh pada medium karena bakteri yang hidup sangat sedikit atau justru tidak ada. Jadi, pengenceran berfungsi untuk mengatur pertumbuhan bakteri, mendapatkan bakteri dalam keadaan seimbang dengan medium (nutrisi medium) dan motilitas bakteri yang menyebar sehingga diperoleh kemudahan dalam melakukan penghitungan jumlah bakteri tersebut (Suriawiria, 1985 ).
Uji Aerobic Plate Count (APC) merupakan uji mikrobiologi untuk mengetahui total jumlah sel hidup atau coloni forming unit (CFU) yang ada pada makanan khususnya mikrobia mesofilik aerob. Prinsip kerja dari uji ini adalah sampel susu kedelai dan jus alpukat yang telah dihomogenkan (divortex) diencerkan dengan larutan pengencer sampai faktor pengenceran tertentu (10-1 sampai 10-5). Setiap pengenceran diambil 0,1 ml dan dilakukan plating ke medium PCA (Plate Count Agar) dengan metode spread plate, kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 370C dan selanjutnya dilakukan penghitungan koloni yang tumbuh dengan rumus. Medium PCA (Plate Count Agar) adalah medium yang berfungsi untuk menumbuhkan seluruh mikrobia yang hidup pada sampel. Nutrisi pada medium cukup lengkap untuk menumbuhkan banyak jenis mikrobia.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapati jumlah mikrobia hasil uji APC pada susu kedelai dengan faktor pengenceran 10-1, 10-2, 10-3 dan 10-5 adalah spreader, sedangkan pada pengenceran 10-4 didapati jumlah mikrobianya 31 koloni. Dari hasil perhitungan jumlah koloni bakteri hidupnya pada susu kedelai didapati 31x104 CFU/ml. Berdasarkan Syarat Mutu Susu Segar (SNI 01-3141-1998), total mikrobia yang memenuhi syarat untuk susu segar adalah 106 CFU/ml, sedangkan pada susu kedelai yang diuji ditemui 31x104 CFU/ml. Hal ini menunjukkan bahwa susu kedelai tersebut layak untuk dikonsumsi karena total mikrobianya lebih sedikit dari syarat mutu susu yang ditetapkan.
Gambar 1. Uji APC pada sampel susu kedelai
Pada sampel jus alpukat hasil uji APC dengan faktor pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-5 adalah spreader sedangkan pada pengenceran 10-4 adalah tumbuh mikrobia 18 koloni. Dari hasil perhitungan jumlah koloni bakteri hidupnya didapati 18x10-4 CFU/ml. Dari hasil tersebut menunjukkan jus alpukat tersebut tidak layak dikonsumsi karena total mikrobianya melebihi syarat mutu sari buah. Berdasarkan persyaratan umum cemaran mikrobia pada makanan secara umum (BPOM, 2009), untuk sari buah diketahui total mikrobia yang memenuhi syarat untuk jus adalah 104 CFU/ml
Berdasarkan hasil yang didapat dapat dibandingkan mutu dari susu kedelai lebih baik dibandingkan jus alpukat jika dilihat dari segi total mikrobia yang dikandungnya. Hal ini dipengaruhi oleh cara pengolahan bahan pangan tersebut yang tidak sesuai, penggunaan peralatan yang kurang bersih, dan bahan bakunya sendiri yang tercemar oleh mikrobia pada sumbernya dan cara penyimpanan.
2.    Uji Coliform
Uji Coliform merupakan uji mikrobiologi untuk mendeteksi Coliform pada bahan pangan. Uji coliform dilakukan dalam praktikum kali ini dilakukan dalam 3 tahapan yaitu uji pendugaan, penetapan dan imvic. Pada uji pendugaan Coliform adalah sampel (susu kedelai dan jus alpukat) dihomogenkan kemudian diencerkan menjadi 100, 10-1, 10-2 masing- masing sebanyak 3 tabung reaksi yang diberi tabung durham dan diinokulasikan ke dalam medium BGLB (Brilliant Green Lactose Bile). Sampel tersebut kemudian diinkubasi dan diamati. Hasil positif dari uji ini ditunjukkan dengan adanya gelembung gas dan perubahan warna medium menjadi keruh. Dari percobaan ini hasil positif pada sampel susu kedelai dan jus alpukat masing – masing ditunjukkan oleh 3 tabung 100, 3 tabung 10-1, dan 2 tabung 10-2. Sehingga diperoleh nilai konfigurasinya kedua sampel 11 dan nilai MPN 110. Sehingga susu kedelai dan jus alpukat ini tidak layak dikonsumsi karena total coliformnya lebih dari SNI yaitu 20 CFU/ml. Gelembung pada tabung durham terjadi karena coliform mampu memfermentasi laktosa dan menghasilkan gas dan asam. Tabung durham sendiri berfungsi untuk mengetahui terbentuknya gas gelembung atau untuk menangkap gas yang ditimbulkan akibat adanya fermentasi laktosa menjadi asam dan gas.
                       Gambar 2. Uji pendugaan coliform dengan sampel susu kedelai
             Sampel yang menunjukkan hasil positif pada uji pendugaan kemudian diinokulasikan pada medium EMBA (Eosin Methylen Blue Agar). Uji ini berfungsi untuk melihat terbentuknya koloni hijau metalik. Koloni hijau metalik tersebut adalah koloni mikrobia yang mampu memfermentasi laktosa yang juga membentuk asetaldehid dan juga bereaksi dengan sulfit dari medium seperti Coliform, S. aureus, dan P. aerugenosa. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Adanya eosin dan metilen blue membantu mempertajam perbedaan tersebut. Hasil positif uji penetapan pada susu kedelai pada pengenceran 100, 10-1, 10-2 adalah 0 atau tidak ada yang positif sehingga diperoleh nilai konfigurasi dan MPN adalah 0. Sedangkan pada sampel jus alpukat hasil positif ditunjukkan pada pengenceran 100 sebanyak 1 dan 10-2 sebanyak 2 dan pada pengenceran 10-1 tidak menunjukkan hasil positif sehingga diperoleh nilai konfigurasi 0,11 dan MPN 11.           
      Gambar 3. Uji penetapan coliform pada sampel susu kedelai
                        Uji selanjutnya adalah uji IMVIC dari hasil positif setelah uji penetapan. Pada uji IMVIC ini dilakukan inokulasi dari koloni hijau metalik kedalam medium cair berupa tryptophan, medium cair metil red, medium cair voges proskear dan medium agar sitrat (metode streak plate). Kemudian diikubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi pada medium tryptophan ditetesi reagen ehrlich sebanyak 3 tetes jika positif akan terbentuk cincin indol warna merah muda. Selanjutnya pada medium metil red ditetesi larutan metil red sebanyak 3 tetes, hasil positif terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Kemudian pada medium voges proskear (vp) ditetesi dengan alfanaptol dan KOH, hasil positif berwarna merah. Pada medium agar citrat hasil positif jika medium yang semula hijau berubah menjadi biru. Jika dari uji ini hasil positif pada indol dan metil red atau positif salah satunya maka identifikasi bakterinya adalah E. coli. Sedangkan jika positif pada voges proskear dan sitrar maka identifikasi bakterinya adalah aerogenes. Karena hasil dari uji penetapan pada sampel susu kedelai negatif maka pada sampel susu kedelai tidak dilakukan uji IMVIC dan identifikasi bakteri yang diduga pada susu kedelai adalah coliform. Sedangkan pada sampel jus alpukat hasil positif dari uji IMVIC yang dilakukan  hanya pada medium metil red yang ditetesi metil red sehingga warnanya berubah menjadi merah. Sedangkan pada medium tryptophan setelah ditetesi erhlich berwarna kuning sehingga hasilnya negatif. Pada medium voges proskear hasilnya negatif karena berubah menjadi warna orange setelah ditambah alfanaptol dan KOH, hasil negatif juga tampak pada medium sitrat yang tetap berwarna hijau. Sehingga identifikasi bakteri pada sampel jus alpukat adalah E. coli.
Dari hasil uji IMVIC ini mengindikasikan adanya potensi bahaya mikrobiologis yang besar yang dapat menyebabkan penyakit karena terbukti keduanya mengandung bakteri. Meskipun sebagian besar bakteri coliform tidak bersifat patogen, namun adanya bakteri coliform yang terdapat dalam makanan mengindikasikan adanya bakteri enteropatogenik yang dapat menyebabkan penyakit. Demikian pula E.coli bersifat patogen karena E. coli termasuk golongan coliform.
Uji tambahan yang dilakukan dalam uji coliform adalah uji menggunakan petrifilm. Petrifilm Plates adalah produk siap pakai yang dapat mempersingkat proses pengujian. Biasanya penggunaan petrifilm digunakan oleh perusahaan- perusahaan. Karena dengan petrifilm pengujian menjadi lebih praktis, cepat dan efisien. Petrifilm Coliform Count Plates dapat menunjukan tingkat mikrobial pada bahan mentah, dalam proses produksi, produk jadi, lingkungan pabrik dan peralatan. Medium dalam Petrifilm spesifik untuk setiap mikrobia/ bakteri yang akan diuji. Untuk pengujian coliform hasil positif ditunjukan dengan adanya koloni bewarna merah dengan gelembung gas.
            Gambar 4. Uji coliform menggunakan petrifilm pada sampel susu kedelai
3.    Uji Salmonella
Uji Salmonella merupakan uji mikrobiologi yang dilakukan untuk mengetahui adanya Salmonella pada bahan pangan. Prinsip dari uji ini adalah dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu pengkayaan, seleksi dengan media spesifik dan identifikasi. Pada tahap pre-enrichment, digunakan medium Lactose Broth. Selanjutnya pada tahap pengkayaan (enrichment) digunakan Selenite Cystine Broth (SCB) sebagai medium untuk mengisolasi Salmonella. Kemudian dilakukan tahap seleksi dengan media selektif menggunakan medium SSA (Salmonella Shigella Agar).
Hasil positif diketahui dengan adanya koloni berwarna transparan dengan bintik hitam di bagian tengah. Dari beberapa tahapan yang telah dilakukan, diketahui pada sampel susu kedelai dan jus alpukat tidak ditemukan adanya koloni transparan dengan bintik hitam ditengah sehingga hasil uji Salmonella adalah negatif. Pada susu kedelai koloni bakteri yang muncul adalah putih keruh. Sehingga hal ini sesuai dengan syarat mutu susu segar (SNI 01-3141-1998) dan persyaratan mutu sari buah (BPOM, 2009) yaitu jumlah Salmonella pada susu segar dan jus jambu biji harus negatif.
Alasan susu disukai mikroba antara lain :
1) pH susu mendekati normal sekitar 6, 6-6, 8.
2) Susu mengandung gizi yang sangat baik untuk pertumbuhan makhuk hidup termasuk mikroba.
3) Kadar air yang tinggi sekitar 85%.
Menurut Supardi dan Sukamto (1999), susu dapat terkontaminasi oleh bakteri-bakteri patogen melalui beberapa cara sebagai berikut:
1) Susu yang berasal dari sapi perah yang menderita infeksi.
Misalnya infeksi oleh bakteri Brucella, Mycobacterium, dan Coxiella burnetii.
2) Sapi perah terkontaminasi secara langsung dari manusia, yang sebenarnya berasal dari orang yang terkena infeksi. Kebanyakkan infeksi berasal dari pekerja-pekerja susu yang sakit. Misalnya kontaminasi oleh Streptococcus, Staphylococcus, Pseudomonas, dan Corynebacterium.
3) Susu terkontaminasi oleh bakteri patogen yang tidak berasal dari sapinya, yaitu setelah proses pemerahan. Misalnya Salmonella typhi, Corynebacter diptheriae dan Streptococcus pyogenes.
Menurut Buckle, dkk. (2010) secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia atau biologis. Faktor-faktor tersebut meliputi :
a.       Faktor Intrinsik
1.      Kandungan Nutrisi
Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel  dan aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan mikroba meliputi air, sumber C, sumber N, sumber septor elektron, sumber mineral dan faktor tumbuh.
2.      Aktivitas Air (aw)
Pertumbuhan dan metabolisme mikroba memerlukan air dalam bentuk yang tersedia. Sebagian besar mikroba (terutama bakteri) tumbuh baik pada bahan pangan yang mempunyai aw 0,9-0,97.
3.      Nilai pH.
Mikroba tumbuh pada tingkat pH yang berbeda. Sebagian besar bakteri tumbuh pada pH mendekati netral ( pH 6,5–7,5 ). Pada pH di bawah 5,0 dan di atas 8,0 bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik, kecuali bakteri asam asetat yang mampu tumbuh pada pH rendah dan bakteri Vibrio sp yang dapat tumbuh pada pH tinggi.
4.      Senyawa Antimikroba
Beberapa bahan pangan mempunyai senyawa antimikroba alamiah yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, misalnya laktinin, anticoliform dan laktoperoksidase yang terdapat dalam susu.
5.      Potensial Reduksi Oksidiasi
Potensial reduksi oksidasi menunjukkan kemampuan substrat untuk melepaskan elektron (oksidasi) atau menerima elektron (reduksi). Mikroba memerlukan potensial redoks positif (teroksidasi), sedangkan pada mikroba anaerob memerlukan potensial redoks negatif (tereduksi).
6.      Struktur Biologi
Struktur biologi seperti kulit dan kulit pada telur, kulit kacang-kacangan dan kulit buah berperan mencegah masuknya mikroba ke dalam bahan pangan tersebut.
b.      Faktor Ekstrinsik.
1.      Suhu
Suhu berpengaruh pada lamanya fase lag, konsentrasi sel kecepatan pertumbuhan, kebutuhan nutrisi, kegiatan enzimatis dan komposisi sel. Berdasarkan pada kisaran suhu pertumbuhannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu thermofil, mesofil, psikhrofil dan psikhrotrof.
2.      Kelembaban udara relatif
Kelembaban udara relatif berkaitan dengan aktivitas air (aw). Pangan dengan nilai aw rendah jika ditempatkan di lingkungan yang kelembaban udaranya relatif tinggi akan mudah menyerap air. Banyaknya air yang terserap akan meningkatkan nilai aw menyebabkan pangan mudah dirusak bakteri. Sebaliknya, pangan dengan nilai aw tinggi jika ditempatkan pada lingkungan yang kelembaban udaranya relatif rendah akan kehilangan air sehingga nilai aw–nya akan menurun dan berakibat pada menurunnya mutu pangan tersebut karena terjadi pengerutan.
3.      Susunan Gas di Atmosfir
Berdasarkan kebutuhan oksigen sebagai aseptor elektron, mikroba dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu aerob dan anaerob. Mikroba aerob adalah mikroba yang menggunakan oksigen sebagai sumber aseptor elektron terakhir dalam proses bioenerginya. Sebaliknya, mikroba anaerob adalah mikroba yang tidak dapat menggunakan oksigen sebagai sumber aseptor elektron dalam proses bioenerginya.
Menurut Mukti (2001) perlakuan secara fisik untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan menghindari kerusakan susu adalah dengan menaikkan dan menurunkan temperatur susu. Dengan adanya pemanasan dan pendinginan tersebut dapat mengurangi dan menghambat jumlah pertumbuhan bakteri. Bakteri yang biasa terdapat dalam susu adalah Streptococcuc lactis, Aerobacter aerogenes dan Escherichia coli, Lactobacillus casei dan Lactobacillus acidophilus (Jawetz dkk., 2001), selain itu dalam susu juga sering terdapat Micrococcus, Pseudomonas, Staphylococcus, dan Bacillus (Vollk dan Wheeler, 1993).











BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Hasil uji APC jumlah koloni bakteri hidupnya untuk sampel susu kedelai didapati 31x104 CFU/ml dan jus alpukat 18 x104 CFU/ml; berdasarkan SNI susu kedelai layak dikonsumsi (total mikrobia dibawah 106) sedangkan jus alpukat tidak layak dikonsumsi (total mikrobia diatas 104).
2.      Hasil uji BGLB dan penghitungan jumlah koloni dengan menggunakan tabel MPN didapat bahwa sampel susu segar dan jus alpukat memiliki total coliform sebanyak 110 MPN (CFU/ml), sampel susu kedelai dan jus alpukat ini tidak layak dikonsumsi karena lebih dari 20 CFU/ml.
3.      Hasil uji EMBA pada sampel susu kedelai negatif dan sampel jus alpukat positif dengan total coliform 1,1 MPN.
4.      Hasil uji IMVIC identifikasi bakteri dalam susu kedelai adalah coliform sedangkan pada jus alpukat identifikasi bakterinya adalah E.coli.
5.      Hasil uji Salmonella diketahui hasil uji pada sampel susu kedelai dan jus alpukat adalah negatif dengan koloni yang terbentuk berwarna putih keruh.
6.      Kualitas mikrobiologis susu kedelai lebih baik dibandingkan jus alpukat ditinjau dari hasil uji APC, Coliform dan Salmonella.


DAFTAR PUSTAKA

BSN. 1998. SNI Susu Segar. http://www.disnak.jabarprov.go.id/data/arsip/Standar%20Susu%20Segar.pdf. 12 Maret 2012.  
BPOM. 2009. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Kimia Dalam Makanan.http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/SK%20cemaran%20final-verbal%20sep09.pdf. 12 Maret 2012.
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., dan Wootton, M., 2010. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta.
Desrosier, N.W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ke-3. UI-Press. Jakarta.
Dewanti, R. 2000. Salmonella dalam minuman dan makanan. http://web.ipb.ac.id. 13 Maret 2012.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Dgambatan. Malang.
Grahatika, R., 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri pada Susu Sapi di Kabupaten Karanganyar. http://etd.eprints.ums.ac.id/6073/1/K100050035.pdf. 12 Maret 2012.
Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU. IPB. Bogor
Jutono, Joedoro, Sri Hartadi, Siti, K.S., Suhadi, D., 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. UGM Press. Yogyakarta.
 Pelczar, M.J. dan Chan, E. S., 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Edisi 1. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rombaut, R. 2005 . Dairy microbiology and starter cultures . Laboratory of
Food Technology and Engineering . Gent University. Belgium.
Stainer, R. Y., 1967. The Microbial World. Prentice Hall Engle Wood Cliffs. New Jersey.
Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni. Bandung.
Suriawiria, U. 1985. Dasar-dasar Mikrobiologi. Angkasa. Bandung.
Sutedjo, N.M., Kartasapoetra, dan Sastroatmadjo, 1991. Mikrobiologi Tanah, Rieka Cipta. Jakarta.
Uruwashi, L., 2008. Media Pertumbuhan Mikrobia. http://dunia-mikro.blogspot.com/2008/08/media-pertumbuhan-mikroorganisme.html. 13 Maret 2012.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar